Tak dapat dipungkiri bantuan dari pusat berupa anggaran dana desa & dana desa yang berasal dari APBD Kabupaten se Indonesia memiliki tingkat kerawanan penyalahgunaan yang cukup tinggi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2010-2015 ada 133 kasus korupsi yang melibatkan perangkat desa di seluruh Tanah Air. Total dana yang dikorupsi lebih dari Rp200 miliar.
"Sebanyak 186 telah dinyatakan tersangka. Angka-angka itu bisa jadi lebih besar mengingat tidak semua kejaksaan dan kepolisian di daerah mau terbuka terkait dengan kasus yang mereka tangani," ujar Koordinator Kampanye ICW Tama S Langkun dalam diskusi di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (8/12).
Menurut Tama, dari kajian ICW, kasus korupsi paling banyak melibatkan kepala desa dan pendamping desa. Modus paling banyak, yakni penggelapan anggaran (64 kasus), penyalahgunaan anggaran (21), dan penyalahgunaan wewenang (12).
"Paling banyak kasus itu terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Korupsi paling banyak di sektor keuangan daerah dan kegiatan sosial masyarakat. Korupsi terkait dengan infrastruktur dan noninfrastruktur relatif berimbang jumlahnya," kata dia.
Direktur Pengembangan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Taufik Madjid mengakui penyaluran dana desa berpotensi dimainkan.
Setidaknya ada tiga masalah utama yang marak dihadapi dalam penyaluran dana desa.
Pertama, soal penggunaan dana desa yang tidak sesuai dengan panduan yang disiapkan pemerintah pusat. Kedua, lambatnya penyaluran dana akibat tambahan syarat yang ditetapkan kabupaten bagi perangkat desa. Ketiga, persoalan politik kekerabatan yang menyebabkan pengawasan dana desa lemah.
Kajian KPK mengenai tata laksana dan regulasi dana desa pada 2014 mengungkap hal serupa. Menurut Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Wawan Wardiana, dana desa berpotensi disalahgunakan karena rendahnya kompetensi kepala desa dan lemahnya pengawasan.
Soal pengawasan, Wawan mengatakan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) sulit untuk dibebani tanggung jawab mengawasi dana desa.
tidak semua kejaksaan dan kepolisian di daerah mau terbuka terkait dengan kasus yang mereka tangani," ujar Koordinator Kampanye ICW Tama S Langkun dalam diskusi di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (8/12).
Menurut Tama, dari kajian ICW, kasus korupsi paling banyak melibatkan kepala desa dan pendamping desa. Modus paling banyak, yakni penggelapan anggaran (64 kasus), penyalahgunaan anggaran (21), dan penyalahgunaan wewenang (12).
"Paling banyak kasus itu terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Korupsi paling banyak di sektor keuangan daerah dan kegiatan sosial masyarakat. Korupsi terkait dengan infrastruktur dan noninfrastruktur relatif berimbang jumlahnya," kata dia.
Direktur Pengembangan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Taufik Madjid mengakui penyaluran dana desa berpotensi dimainkan.
Setidaknya ada tiga masalah utama yang marak dihadapi dalam penyaluran dana desa.
Pertama, soal penggunaan dana desa yang tidak sesuai dengan panduan yang disiapkan pemerintah pusat. Kedua, lambatnya penyaluran dana akibat tambahan syarat yang ditetapkan kabupaten bagi perangkat desa. Ketiga, persoalan politik kekerabatan yang menyebabkan pengawasan dana desa lemah.
Kajian KPK mengenai tata laksana dan regulasi dana desa pada 2014 mengungkap hal serupa. Menurut Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK Wawan Wardiana, dana desa berpotensi disalahgunakan karena rendahnya kompetensi kepala desa dan lemahnya pengawasan.
Soal pengawasan, Wawan mengatakan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) sulit untuk dibebani tanggung jawab mengawasi dana desa.
Selain jumlah sumber daya yang minim di tiap kabupaten, pemahaman para APIP terkait dengan dana desa pun tidak mumpuni.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Budiman Sudjatmiko sepakat kapasitas kepala desa dan perangkat desa perlu ditingkatkan. "Dua faktor ini saja diperbaiki. Kalau dua-duanya jeblok, ya, jeblok semua.(int-MI)
Komentar
Posting Komentar