Lensa Pendidikan News

Menuju Pendidikan Indonesia Emas 2045

Menu Bawah

Info Penting

Info Penting

Salah Siapa?. Anak-anak Makassar Terpaksa Main Bola di Lapangan Eks Stadion Mattoanging Yang Terbengkalai

Kamis, 19 Juni 2025, Juni 19, 2025 WIB Last Updated 2025-06-19T06:43:53Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini



Makassar Lensapendidikan - , 19 Juni 2025 Ketika pemerintah sibuk berbicara soal pembangunan dan infrastruktur, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya: anak-anak di Kota Makassar terpaksa bermain sepak bola di tanah gersang bekas Stadion Mattoanging yang hingga kini terbengkalai tanpa kejelasan arah pembangunan.

Di bawah panas terik dan tanpa alas kaki, sejumlah bocah tampak asyik menggiring bola di lapangan tanah keras dan berdebu. Tak ada tribun, tak ada pembatas, apalagi fasilitas pendukung. Lapangan itu kini hanya menyisakan bekas kejayaan dan menjadi simbol kelalaian pemerintah dalam menyediakan ruang bermain yang layak bagi generasi muda.

Sejak pembongkaran Stadion Mattoanging beberapa tahun lalu, janji pembangunan stadion baru terus menggantung. Publik tidak lagi disuguhi progres, melainkan pemandangan muram sebuah proyek mangkrak yang menyisakan kehampaan. Di tengah kekosongan itu, anak-anak mengambil alih dengan risiko keselamatan dan kenyamanan yang diabaikan.

Jupri, pemerhati sosial masyarakat, menyebut situasi ini sebagai bentuk nyata dari kegagalan negara dalam memenuhi hak dasar anak.

“Makassar sedang tumbuh secara vertikal, hotel, apartemen, pusat perbelanjaan, tapi anak-anak kehilangan ruang horisontal untuk bermain. Ini bukan semata soal lapangan, ini soal masa depan. Pemerintah kota harus bertanggung jawab atas kekosongan kebijakan ini,” 

 eks Stadion Mattoanging seharusnya bisa dimanfaatkan sementara sebagai ruang publik terbuka dan aman untuk aktivitas anak-anak, ketimbang dibiarkan menjadi lapangan terbuka tanpa arah.

Minimnya sarana bermain dan fasilitas olahraga di Makassar bukan masalah baru. Ironisnya, kota ini belum menunjukkan itikad politik yang cukup kuat untuk membenahi persoalan tersebut secara serius. Ruang-ruang publik semakin sempit oleh kepentingan komersial, sementara anak-anak yang semestinya dilindungi justru dipaksa beradaptasi dengan kondisi seadanya.

Salah satu warga sekitar yang rutin melihat aktivitas anak-anak di lapangan itu pun angkat bicara. 

“Setiap hari mereka main bola di sini. Kalau bukan karena inisiatif mereka sendiri, mungkin lahan ini sudah jadi tempat buang sampah. Tapi ini kan bahaya juga, tidak ada pengawasan, tidak ada fasilitas. Kita harus jujur, pemerintah gagal menciptakan kota yang ramah anak,” ujarnya.

Yang jelas, selama eks lapanganattoanging ini dibiarkan mangkrak, anak-anak Makassar akan terus bermain di bawah bayang-bayang janji kosong dan debu. (Hasmiaty .Umi)

Komentar

Tampilkan

Terkini

Makassarta'

+